Sabtu, 14 Januari 2012

APENDIKSITIS

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Apendiks (umbai cacing) merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjangnya adalah 10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama di belakang sekum. Arteri apendisialis mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang dari arteri ileokolika.
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lender tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awan adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam system imun sekretorik di saluran pencernaan; namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan efek fungsi system imun yang jelas. peradangan apendiks merupakan kausa laparatomi tersering pada anak dan juga pada orang dewasa. Insidens : Pria lebih banyak daripada wanita. Bayi dan anak sampai berumur 2 tahun terdapat 1% atau kurang, anak berumur 2 samapai 3 tahun terdapat 15%. Frekuensi mulai menanjak setelah umur 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar pada umur-umur 9 sampai 11 tahun. Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

B. ETIOLOGI
Penyebab apendiksitis adalah obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit, fekalomas, parasit, benda asing, karsinoid, jaringan parut, mucus, dll

C. PATOFISIOLOGI
Studi epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Kondisi obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan bakteri. Hal ini akan terjadi peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi apendiks.
Pada fase ini, pasien akan mengalami nyeri pada area periumbilikal. Dengan berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentuksn eksudat akan terjadi pada permukaan serosa apendiks. Ketika eksudat ini berhubungan dengan partikel peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi.
Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada mukosa dinding apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa, dengan manifestasi ketidaknyamanan abdomen. Adanya penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis disertai peningkatan tekanan intraluminal yang disebut apendisitis nekrosis, juga akan meningkatkan risiko perforasi dari apendiks. Proses fagositosis terhadap respons perlawanan pada bakteri memberikan manifestasi pembentukan nanah atau abses yang terakumulasi pada lumen apendiks yang disebut dengan apendisitif supuratif.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini dengan cara menutup apendiks dengan omentum dan usus halus sehingga terbentuk massa periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Pada bagian dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbebtuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan risiko terjadinya perforasi dan pembentukan massa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri lokal akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan respon peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah.
Kondisi apendisitis dengan atau tanpa komplikasi memberikan berbagai masalah keperawatan.

D. PENGKAJIAN
• Anamnesis, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah nyeri. Pengkajian nyeri dengan pendekatan PQRST dapat membantu perawat dalam menentukan rencana intervensi yang sesuai. Perbedaan kualitas dan skala nyeri yang bertambah besar menandakan adanya proses inflamasi local yang berat dan atau kemungkinan adanya kondisi perforasi apendiks.
Pengkajian Nyeri Peradangan Apendiks dengan Pendekatan PQRST.
Variabel Deskripsi dan Pertanyaan Hasil Pengkajian
Provoking
Incident Pengkajian untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi predisposisi nyeri.
• Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri?
• Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri? Apendisitis akut sering muncul dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak yang memberikan tanda setempat, disetai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan.
Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntahdan anak akan menjadi lemah dan letargik. Oleh karena gejala yang tidak khas tadi, apendisitis sering diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi (Sjamsuhidayat, 2005).

Quality of Pain Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara subjektif. Ingat sebagian besar deskripsi sifat dari nyeri sulit ditafsirkan.
• Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien?
• Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien? Keluhan klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa ja, nyeri akan berpindah ke kana bawah ke titik McBurney (lihat pemeriksaan fisik). Pada bagian ini nyeri dirasakan lebih taja dan letaknya lebih jelas sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga pasien merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Region: Radiation, relief Pengkajian untuk mengidentifikasi letak nyeri secara tepat, adanya radiasi dan penyebaran nyeri.
• Dimana (dan ditunjukkan denga satu jari) rasa yang paling hebat mulai dirasakan?
• Apakah rasa nyeri menyebar pada area sekitar nyeri? Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat, serta pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi BAK karena adanya rangsangan pada dindingnya.
Severity (Scale) of Pain Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien. Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan skala nyeri/gradasi dan pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi fungsinya. Berat ringannya suatu keluhan nyeri bersifat subjektif.
• Seberapa berat keluhan nyeri yang dirasakan.
• Dengan menggunakan rentang 0-4 biarkan pasien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan.
Ket:
0 = Tidak ada nyeri
1 = Nyeri ringan
2 = Nyeri sedang
3 = Nyeri berat
4 = Nyeri berat sekali/tdk tertahan
Skala nyeri pada pasien ulkus peptikum bervariasi pada rentang 3-4 (nyeri berat sampai nyeri tdk tertahankan). Perbedaan skala nyeri ini di perngaruhi oleh berbagai faktor, meliputi: tingkat kerusakan mukosa akibat peradangan apendiks dan bagaimana pola pasien dalam menurunkan respons nyeri.
Time Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
• Kapan nyeri muncul (onset)?
• Tanyakan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga?
• Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus-menerus atau hilang timbul (intermiten)
• Tanyakan kapan terakhir kali pasien merasa nyaman atau merasa sangat sehat? Keluhan nyeri terjadi pada beberapa pasien bervariasi. Onset nyeri mulanya samar-samar seperti perasaan tidak nyaman pada abdomen dan pasien sulit memperdiksi keluhan samar-samar mulai dirasakan. Pada keluhan nyeri akut, pasien dapat menjelaskan kapan mulai dirasakan. Keluhan nyeri akut biasanya mendadak, nyeri hebat pada paraumbilikal tanpa ada batasan waktu.

• Riwayat penyakit sekarang, didapatkan adanya keluhan lain yaitu efek sekunder dari peradangan apendiks, berupa gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, ketidaknyamanan abdomen, diare, dan anoreksia. Kondisi muntah dihubungkan dengan inflamasi dan iritasi dari apendiks dengan nyeri menyebar ke bagian dekat duodenum, yang menghasilkan mual dan muntah. Keluhan sismetik biasanya berhubungan dengan kondisi inflamasi dimana didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh.
• Riwayat penyakit dahulu, diperlukan sebagai sarana dalam pengkajian preoperatif untuk menurunkan risiko pembedahan, seperti pengkajian adanya penyakit DM, hipertensi, tuberkulosis, atau kelainan hematologis.
• Psikososial, biasanya didapatkan kecemasan akan nyeri hebat atau akibat respons pembedahan. Pada beberapa pasien juga didapatksn mengalami ketidakefektifan koping berhubungan dengan perubahan peran dalam keluarga.
• Fisik, survei umum akan didapatkan adanya aktivitas kesakitan hebat sekunder dari ketidaknyamanan abdominal. Pada pemeriksaan TTV didapatkan takikardia dan peningkatan frekwensi nafas. Sementara itu, pada kondisi pediatrik didapatkan perubahan fisik yang lebih berat daripada orang dewasa.
• Abdominal, hal yang mendasar adalah mengklarifikasi keluhan nyeri pada regio kanan bawah atau pada titik McBurney. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada pasien dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa atau abses periapendikular. Palpasi abdomen kanan bawah akan didapatkan peningkatan respons nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada regio iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas. Kontraksi otot menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut Tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
• Uji psoas dan uji obturator, merupakan pemeriksaan yang lebih ditunjukkan untuk mengetahui letak apendiks. Untuk mengkaji tanda tahanan (defans muskular) otot psoas, maka lakukan hiperekstensi pada ekstermitas kanan dan hip. Bila didapatkan adanya respons dari otot psoas, maka disebut dengan tanda psoas positif yang memberikan manifestasi adanya peradangan pada apendiks yang menempel pada otot psoas (apendisitis retrosekum). Sementara itu, uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil dengan mengkaji tanda tahanan (defans muskular) otot obturator, perawat melakukan fleksi hip dan rotasi eksternal pada ekstermitas kanan. Adanya respons dari ruang obturator menandakan apendisitis pelvis.
Tanda lainnya dari apendisitis adalah Tanda Dunphy (nyeri tajam pada kuadran kanan bawah abdomen yang didapatkan setelah batuk yang tiba-tiba). Tanda ini dapat membantu menjadi tanda klinik penting yang berhubungan dengan peritonitis yang terlokalisasi. Umumnya nyeri kanan bawah merupakan respon dari perkusi pada bagian kuadran lainnya dan dijadikan sugesti terjadinya peradangan peritoneal.
• Pemeriksaan colok dubur, diperlukan untuk mengevaluasi adanya peradangan apendiks. Pertama-tama tentukan diameter anus dengan mencocokkan jari. Apabila yang diperiksa adalah pediatrik, maka jari kelingking diperlukan untuk melakukan colok dubur. Pemeriksaan colok dubur dengan manifestasi nyeri pada saat palpasi mencapai area inflamasi, misalnya pada apendisitis pelvika. Pemeriksaan juga mendeteksi apakah feses atau massa inflamasi apendiks. Pada rectal toucher, apabila terdapat nyeri pada arah jam 10-11 merupakan petunjuk adanya perforasi.
• Pemeriksaan skor klinik, atau disebut skor MANTRELS. Skor ini merupakan skor hasil tabulasi dari migrasi penyebaran nyeri, anoreksia, mual dan atau muntah, nyeri tekan kuadran bawah kanan, peningkatan suhu tubuh, dan perubahan sel darah putih.


Skor mantrels pada pemeriksaan apendisitis.
Karakteristik Skor
M= migration of pain to the RLQ 1
A= Anorexia 1
N= Nausea and vomiting 1
T =Tenderness in RLQ 2
R= Rebound pain 1
E= Elevated temperature 1
L= Leukocytosis 2
S= Shift of WBC to the left 1
Total 10

System skor klinik ini lebih atraktif karena sangat mudah dalam menentukan diagnosis apendisitis. Walaupun pemeriksaan skor ini merupakan kompetensi medis, tetapi dngan ikut serta mengetahui pemeriksaan ini, perawat dapat melakukan peran kolaboratif dalam menentukan intervensi lainnya.
Dengan menggunakan skor MANTRELS pada pasien apendisitis menyebutkan skor ≤ 3 memiliki insiden 3,6% apendisitis, skor 4-6 insiden 32% apendisitis, skor 7-10 insiden 78% apendisitis.
• Diagnostic, meliputi pemeriksaan laboraturium, USG, dan CT scan.
o Hitung sel darah komplet. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan sejumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil di atas 75%.
o C-Reactive Protein (CRP), adalah sistesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai respons dari infeksi atau imflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP.
o Pemeriksaan USG, dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks.
o Pemeriksaan CT Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengetahuan perawat tentang penatalaksaan medis berhubungan dengan intervensi yang perawat lakukan pada pasien apendisitis. Penatalaksanaan medis pada apendisitis, meliputi penatalaksanaan pada unit gawat darurat, terapi farmakologis, dan terapi bedah.
1. Intervensi pada unit gawat darurat
a. Tujuan intervensi kedaruratan yang dilakukan pada pasien apendiks adalah memberikan cairan untuk mencegah dehidrasi dan septicemia.
b. Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apa pun secara oral.
c. Pemberian analgetik dan antibiotic melalui intravena.
2. Terapi farmakologis
a. Preoperative antibiotic untuk menurunkan risiko infeksi pascabedah.
3. Terapi bedah
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laporoskopi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.

F. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d respons inflamasi apendiks, kerusakan jaringan lunak pascabedah.
2. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostic, rencana pembadahan apendektomi.
3. Actual / risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya asupan makanan yang adekuat.
4. Risiko tinggi infeksi b.d adanya port de entrée luka pascabedah.
5. Hipertermi b.d respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal.
6. Kecemasan b.d prognosis penyakit, rencana pembadahan.

G. RENCANA KEPERAWATAN
Nyeri b.d respons inflamasi apediks, kerusakan jaringan pascabedah
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria Evaluasi:
• Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi
• Skala nyeri 0-1 (0-4)
• Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri; pasien tidak gelisah
Intervensi Rasional
Kaji respons nyeri dengan pendekatan PQRST. Pendekatan komprehensif untuk menentukan rencana intervensi.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan:
• Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

• Atur posisi semifowler

• Dorong ambulasi dini

• Beri oksigen nasal

• Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

• Manajemen lingkungan tenang, batasi pengunjung, da istirahatkan pasien

• Lakukan manajemen sentuhan
Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.

Posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri.

Meningkatkan normalisasi fungsi organ (merangsang peristaltik da flatus) dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 liter/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia pada intestinal.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.

Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.
Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

Pemenuhan Informasi b.d Adanya Rencana Pembedahan, dan Rencana Perawatan Rumah
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi:
• Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan
• Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasann yang telah diberikan
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan apendiktomi dan rencana perawatan rumah. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi. Keluarga terdekat dengan pasien perlu dillibatkan dalam pemenuhan untuk menurunkan risiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan khususnya pada pasien yang mengalami perdarahan sekunder dari perforasi ulkus peptikum.
Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan pembedahan meliputi:
• Jelaskan tentang pembedahan apendiktomi

• Diskusikan jadwal pembedahan

• Lakukan pendidikan kesehatan preoperatif

Apendiktomi merupakan suatu intervensi bedah yang mempunyai tujuan bedah ablatif atau melakukan pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit.

Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulainya pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkan sebelum pasien.

Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu, dengan mempetimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya.
Beritahu persiapan pembedahan, meliputi:
• Pencukuran area operasi.

• Persiapan puasa.

• Persiapan istirahat dan tidur.

• Persiapan administrasi dan informed consent.

Pencukuran area operasi dilakukan appabila protokol lembaga atau ahli bedah mengharuskan kulit untuk dicukur, pasien diberitahukan tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan tidak memajan bagian yang tidak perlu.

Puasa preoperatif idealnya 6-8 jam sebelum intervensi bedah.

Istirahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal.
Perawat harus memberi lingkungan yang tenang dan nyaman untuk pasien.

Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasaan dan menandatangani informed concent.
Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah bisa dikunjungi. Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarganya dan temannya dapat berkunjung setelah pembedahan.

Pemenuhan Informasi b.d Adanya Rencana Pembedahan dan Rencana Perawatan Rumah
Intervensi Rasional

Beri informasi tentang manajemen nyeri keperawatan.
Manajemen nyeri dilakukan untuk peningkatan kontrol nyeri pada pasien.

Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani perawatan ruma, meliputi:
• Hindari merokok

• Beri penyuluhan pada pasien pasca apendiktomi tanpa komplikasi.

• Ajarkan pasien dan keluarga untuk melakukan pergantian balutan pascabedah.

• Anjurkan untuk semampunya melakukan nyeri nonfarmakologik pada saat nyeri muncul.

• Beritahu pasien dan keluarga apabila di dapatkan perubahan klinik atau komplikasi untuk segera memeriksakan diri.

Pasien yang sebelum pembedahan telah terbiasa merokok setelah pulang ke rumah akan mengulangi kebiasaan ini. Penjelasan bahwa dampak dari asap rokok akan memperlambat proses penyembuhan mungkin akan dapat diterima oleh pasien.

Apabila apendiktomi tidak mengalami komplikasi, pasien dapat dipulangkan pada hari itu juga bila suhu dalam batas normaldan area operatif terasa nyaman. Penyuluhan saat pulang untuk pasien dan keluarga sangat penting. Pasien diinstrusikan untuk membuat janji menemui ahli bedah yang akan mengangkat jahitan antara hari kelima dan ketujuh. Perawatan insisi dan pedoman aktivitas didiskusikan. Aktivitas normal biasanya dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.

Apabila pasien siap untuk pulang, pasien dan keluarga dapat dianjurkan untuk merawat luka dan melakukan penggantian balutan, serta irigasi sesuai program. Perawat kesehatan di rumah mungkin diperlukan untuk membantu perawatan
ini dan memantau pasien terhadap adanya komplikasi dan penyembuhan luka.

Beberapa nyeri agen farmakologik biasanya memberikan reaksi negatif pada gastrointestinal.

Pasca apendiktomi tanpa komplikasi, pada pasien akan langsung pulang setelah fungsi usus dan kesadaran normal. Pasien dan keluarga diajarkan untuk memeriksa sendiri mengenai nadi dan kondisi balutan di rumah. Apabila ada perubahan pada denyut nadi da perubahan warna pada balutan ini merupakan suatu tanda komplikasi yang harus segera mendapatkan intervensi medis.
Komplikasi pasca apendiktomi utama adalah infeksi luka bedah dengan ditandai kemerahan sekitar luka, nyeri abdomen, muntah dan peningkatan denyut nadi.

Risiko Tinggi Infeksi b.d Adanya Port den Entree dari Luka Pembedahan
Tujuan : Dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
Kriteria Evaluasi : Jahitan dilepas pada hari ke 12 tanpa danya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
• Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan dan apakah ada order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.
• Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering. Mengidentifikasikan kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.

Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlama penyembuhan luka.
Lakukan perawatan luka.
• Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pasca bedah dan diulangi setiap 2 hari.

• Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.

• Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alkohol 70% atau normal salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.

• Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesif yang menyeluruh menutupi kasa.
Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.

Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptik dan dengan arah dari dalam ke luar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.

Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitalisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alkohol atau normal salin.

Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.

Kolaborasi penggunaan antibiotik Antibiotik injeksi diberikan selama satu hari pasca bedah yang kemudian dilanjutkan antibiotik oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik sesuai instruksi dokter.

Kecemasan b.d Adanya Nyeri, dan Rencana Pembedahan
Tujuan : Secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria Evaluasi :
• Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
• Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
• Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar.
• Pasien dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
Monitor respons fisik, seperti: kelemahan, perubahan tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi.
Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya. Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.

Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kessempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan harapn masa depan. Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.

Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu, seperti: menulis, nonton TV, dan keterampilan tangan. Sejumlah aktivitas atau ketrampilan baik sendiri maupun dibantu selama melakukan rawat inap dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stimulus kecemasan.



H. EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi keperawatan pada pasien gastritis akut adalah sebagai berikut.
1. Tidak terjadi syok hipovolemik
2. Informasi kesehatan terpenuhi.
3. Nyeri episgatrium berkurang atau teradaptasi.
4. Asupan nutrisi harian terpenuhi.
5. Tidak terjadi infeksi luka pascabedah.
6. Tingkat kecemasan berkurang.






DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif; Kumala, Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Salemba Medika : Jakarta
2. Reksoprodjo, Soelarto; dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
3. Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Gastroenterologi Anak. Sagung Seto : Jakarta

Tidak ada komentar: