Sabtu, 14 Januari 2012

Mobilitas



MOBILISASI
A.    Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatannya.

B.     Faktor yang mempengaruhi mobilisasi
1.      Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2.      Proses penyakit/ cedera/ ketidakmampuan
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi system tubuh. Secara umum ketidak mampuan ada dua macam. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma, sedangkan ketidakmampuan sekunder disebabkan oleh dampak dari ketidakmampuan primer.
3.      Tingkat energy
Energy adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik, maka dibutuhkan energy yang cukup.
4.      Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.

IMMOBILISASI

A.    Definisi
Immobilisasi merupakan suatu kondisi yang relative. Maksudnya, individu tidak hanya kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya. Ada beberapa alas an dilakukannya imobilisasi :
1.      Pembatasan gerak yang bertujuan untuk pengobatan atau terapi.
2.      Keharusan, ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan primer.
3.      Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
B.     Jenis imobilisasi
Secara umum ada beberapa macam imobilisasi yaitu :
1.      Imobilisasi fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh factor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2.      Imobilisasi intelektual
Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
3.      Imobilisasi emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4.      Imobilisasi sosial
Kondisi ini bisa menyebabkan penurunan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.

C.    Dampak fisik dan psikologis imobilisasi :
1.      Dampak psikologis :
a.       Penurunan motivasi.
b.      Kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah.
c.       Perubahan konsep diri.
d.      Ketidaksesuaian antara emosi dan situasi.
e.       Perasaan tidak berharga dan tidak berdaya.
f.       Keseoian yang diekspresikan dengan perilaku menarik diri dan apatis.
2.      Dampak fisik :
a.       System musculoskeletal
·         Osteoporosis
Tanpa adanya aktifitas tanpa memberi beban kepada tulang, tulang akan mengalami demineralisasi. Proses ini akan menyebabkan tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah.
·         Atrofi otot
Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.
·         Kontraktur
Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memendek atau memanjang. Lama-kelamaan kondisi ini akan menyebabkan kontraktur. Proses ini sering mengenai sendi, tendon, dan ligament.
·         Kekakuan dan nyeri sendi.
Pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami ankilosa. Selain itu tulang juga akan mengalami demineralisasi yang akan menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan kekakuan dan nyeri pada sendi.
b.      Eliminasi urine
Masalah yang umum ditemui pada system perkemihan akibat imobilisasi antara lain :
·         Statis urine
Saat individu berada dalam posisi berbaring untuk waktu lama, gravitasi justru akan menghambat proses tersebut. Akibatnya pengosongan urine akan terganggu dan terjadilah statis urine (terhentinya atau terhambatnya aliran urine).
·         Batu ginjal
Terjadi akibat ketidakseimbangan antara kalsium dan asam sitrat yang menyebabkan kelebihan kalsium. Akibatnya urine menjadi basa, dan garam kalsium mempresipitasi terbentuknya batu ginjal. Pada posisi horizontal akibat imobilisasi, pelvis ginjal yang terisi urine basa menjadi tempat yang ideal untuk pembentukan batu ginjal.
·         Retensi urine
Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk melemaskan otot perineum pada saat berkemih. Selain itu, penurunan tonus otot kandung kemih juga menghambat kemampuan untuk megosongkan kandung kemih secara tuntas.
·         Infeksi perkemihan
Urine yang statis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria juga mendukung proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan infeksi saluran kemih adalah Escherichia Coli.
c.       Gastrointestinal
Kondisi imobilisasi memengaruhi tiga fungsi system pencernaan, yaitu fungsi ingesti, digesti, dan eleminasi. Dalam hal ini, masalah yang umum ditemui salah satunya adalah konstipasi. Konstipasi terjadi akibat penurunan peristalsis dan mobilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan menjadi keras dan diperlukan upaya kuat untuk mengeluarkannya.
d.      Respirasi
·         Penurunan gerak penapasan
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak, hilangnya koordinasi otot, atau karena jarangnya otot tersebut digunakan, obat-obat tertentu dapat juga mengakibatkan kondisi ini.
·         Penumpukan sekret
Normalnya sekret pada saluran pernapasan dikeluarkan dengan perubahan posisi atau postur tubuh, serta dengan batuk. Pada kondisi imobilisasi, sekret berkumpul pada jalan napas akibat gravitasi sehingga mengganggu proses difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli. Selain itu upaya batuk untuk mengeluarkan sekret  juga terhambat karena melemahnya tonus otot-otot pernapasan.
·         Atelektasis
Pada kondisi tirah baring, perubahan aliran darah regional dapat menurunkan produksi surfaktan. Kondisi ini ditambah dengan sumbatan sekret pada jalan napas, dapat mengakibatkan atelektasis.
e.       System kadiovaskular
·         Hipotensi ortostatik
Hal ini terjadi karena system saraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu individu bangun dari posisi berbaring dalam waktu yang lama. Akibatnya perfusi di otak mengalami gangguan, dan dapat mengalami pusing, berkunang-kunang, bahkan pingsan.
·         Pembentukan trombus
Thrombus atau massa padat darah terbentuk  di jantung atau pembuluh darah biasanya disebabkan oleh tiga faktor yakni gangguan aliran balik vena menuju jantung, hiperkoagulabilitas darah, dan cedera pada dinding pembuluh darah. Jika trombus lepas dari dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi disebut embolus.
·         Edema dipenden
Edama dipenden dapat terjadi pada area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah pada individu yang sering duduk berjuntai du kursi. Edema ini menghambat aliran balik vena menuju jantung yang mengakibatkan lebih banyak edema.

f.       Metabolisme dan nutrisi
·         Penurunan laju metabolism
Laju metabolisme basal adalah jumlah energy minimal yang digunakan untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada kondisi imobilisasi, laju metabolism basal, mobilitas usus serta sekresi kelenjar digestif menurun seiring dengan penurunan kebutuhan energy tubuh.
·         Balans nitrogen negative
Pada kondisi imobilisasi, terdapat ketidakseimbangan antara proses anabolisme dan katabolisme protein. Dalam hal ini, proses katabolisme melebihi anabolisme. Akibatnya jumlah nitrogen yang diekskresikan meningkat dan menyebabkan balans nitrogen negative.
·         Anoreksida
Penurunan nafsu makan biasanya terjadi akibat penurunan laju metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap menyertai kondisi imobilisasi. Jika asupan protein kurang kondidi ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.
g.      System integument
·         Turgor kulit menurun
Kulit dapat mengalami antropi akibat imobilitas yang lama. Selain itu, perpindahan cairan antar-kompartemen pada area tubuh yang menggantung dapat mengganggu keutuhan dan kesehatan dermis dan jaringan subkutan. Pada akhirnya kondidi ini akan menyebabkan penurunan elastisitas kulit.
·         Kerusakan kulit
Kondisi imobilitas mengganggu sirkulasi dan suplai nutrient menuju area tertentu. Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superficial yang dapat menimbulkan ulkus dekubitus.
h.      System neurosensorik
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik, menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis, dan mudah bingung.

D.    Tingkatan imobilitas
Tingkatan imobilitas bervariasi, diantaranya yaitu :
1.      Imobilitas komplet
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat kesadaran.
2.      Imobilitas parsial
imobilitas ini dilakukan pada pasien yang mengalami fraktur.
3.      Imobilitas karena alasan pengobatan
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernapasan atau pada penderita penyakit jantung.
E.     Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Mobilisasi

Pengkajian
Saat mengkaji data tentang masalah imobilitas, perawat menggunakan metode pengkajian inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Perawat jugamemeriksa hasil tes laboratorium saat mengukur berat badan, asupan cairan, dan haluaran cairan klien. Karena tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah komplikasi imobilitas, maka perawat perlu mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami komplikasi. Ini termasuk klien yang mengalami :
1.      Gizi buruk.
2.      Penurunan sensitivitas terhadap nyeri, temperature atau tekanan.
3.      Masalah kardiovaskular, paru, dan neuromuscular.
4.      Perubahan tingkat kesadaran.

Penetapan diagnosis
Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah mobilitas bisa pula dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA, diagnosis untuk masalah mobilitas meliputi hambatan mobilitas fisik. Sedangkan diagnosis dengan masalah mobilitas sebagai etiologi bergantung pada area fungsi atau system yang dipengaruhi.

Perencanaan dan implementasi
Beberapa tujuan umum untuk klien yang mengalami atau berpotensi mengalami masalah mobilisasi yaitu :
1.      Meningkatkan toleransi klien untuk melakukan aktifitas fisik.
2.      Mengembalikan atau memulihkan kemampuannya untuk bergerak atau berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
3.      Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh.
4.      Meningkatkan kebugaran fisik.
5.      Mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilitas.
6.      Meningkatkan kesejahteraan social, emosional, dan intelektual.

Bentuk diagnosis dengan imobilisasi sebagai label diagnosis dan sebagai etiologi.
1.      Hambatan mobilitas fisik
Berhubungan dengan :
a.       Penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh, sekunder akibat (penyakit system saraf, distrofi otot, paralisis parsial, deficit sensorik, gangguan musculoskeletal, fraktur).
b.      Edema
c.       Peralatan eksternal
d.      Insufiensi kekuatan dan daya tahan tubuh untuk bergerak.
e.       Kelelahan
f.       Nyeri
g.      Kelemahan otot
Kriteria hasil
Individu akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan ekstremitas.

Indikator
a.       Mendemonstrasikan cara penggunaan alat-alat adaptif untuk meningkatkan mobilitas.
b.      Melakukan langkah-langkah pengamanan untuk meminimalkan kemungkinan cedera.
c.       Menjelaskan rasional intervensi.
d.      Mendemonstrasikan langkah-langkah untuk meningkatkan mobilisasi.

Intervensi
a.       Kaji penyebab.
b.      Tingkatkan mobilitas dan pergerakan yang optimal.
c.       Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi.
d.      Pertahankan kesejajaran tubuh yang baik pada saat menggunakan alat bantu.
e.       Lakukan mobilitas yang progresif.
f.       Anjurkan penggunaan lengan yang sakit apabila memungkinkan

Rasional
a.       Imobilitas yang lama dan gangguan fungsi neurosensorik dapat menyebabkan kontraktur permanen.
b.      Tirah baring yang lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara tiba-tiba karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi kelemahan dan meningkatkan daya tahan tubuh.






DAFTAR PUSTAKA

Roper, N. (2002). Prinsip-prinsip Keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia    Medica.
Tarwoto, W. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier, B. (2004). Fundamentals of Nursing : Concepts, process, and practice. (ed. 7). New Jersey : Prentice Hall.
Carpenito, L. J (2002). Nursing Diagnosis : Application to clinical practice. (ed. 7). Philadelphia : Lippincot.