Jumat, 27 Januari 2012

PERITONITIS



A.    PENGERTIAN
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera , peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur dari membran ini merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Penyebab peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi.Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis.Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya kurang dari 2%.Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfuse yang pasif.Literatur lain menyebutkan bahwa Peritonitis merupakan inflamasi rongga peritoneal yang disebabkan oleh infiltrasi isi usus dan suatu kondisi seperti rupture apendiks, perforasi atau trauma lambung dan kebocoran anastomosis.
Literatur lain menyebutkan bahwa Peritonitis merupakan inflamasi rongga peritoneal yang disebabkan oleh infiltrasi isi usus dan suatu kondisi seperti rupture apendiks, perforasi atau trauma lambung dan kebocoran anastomosis.

B.     ANATOMI FISIOLOGI
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga abdomen.Ruang yang terdapat diantara dualpisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum.Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dna lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus. Fungsi peritoneum :
1.      Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis
2.      Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak saling bergesekan
3.      Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen
4.      Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
Dinding perut mengandung struktur muskulo-apeneurosis yang komplek. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan sub kutis, lemak dan sub kutan dan facies superficial, kemudian ketiga otot dinding perut M. Obliquus abdominis eksterna, M. Obliquus abdominis internus, dan M. Transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritoneum, yaitu fascia tranversalis, lemak preperitonial dan peritoneum otot dibagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektur abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.
Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenic. Fungsi lain otot dengan meninggikan tekanan intra abdominal. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah, dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang a. Intercostalis VI-XII dan a. Epigastrik superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca, a. sirnucmfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior.

C. ETIOLOGI
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder.SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).
1. Infeksi bakteri :
·         Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :
·         Appendisitis yang meradang dan perforasi
·         Tukak peptik (lambung / dudenum)
·         Tukak thypoid
·         Tukan disentri amuba / colitis
·         Tukak pada tumor
·         Salpingitis
·         Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar.
·         Operasi yang tidak steril
·         Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
·         Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa.
·         Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
D. PATOFISIOLOGI
Invasi kuman ke lapisan peritoneum oleh berbagai kelainan pada system gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam abdomen atau perforasi organ pascatrauma abdomen

Respons peradangan pada peritoneum dan organ di dalamnya
Peritonitis
Penurunan aktivitas fibrinotik intra-abdomen
Pembentukan  eksudat fibrinosa atau abses pada peritoeum

Respon sistemik
Peningkatan suhu tubuh
Hipertermi
Respon lokal saraf terhadap inflamasi
Penurunan perfusi serebral
Suplai darah ke otak menurun
Curah jantung menurun
Respons kardiovaskuler
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan risiko ketidakseimbangan cairan
Intake nutrisi tidak adekuat kehilangan cairan dan elektrolit
Mual, muntah, kembung, anoreksia
Syok sepsis
Gangguan gastrointestinal
Intervensi bedah laparotomi
Distensi abdomen
Nyeri
Kerusakan Jaringan pascabedah
Penurunan kemampuan batuk efektif
Risiko Infeksi
Port de entrée pasca bedah
Pascaoperatif
Kecemasan pemenuhan informasi
Respons psikologis misinterpretasi perawatan dan penatalaksanaan pengobatan
Preoperatif
Aktual/ resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Perubahan tingkat kesadaran
 
Sumber lain menyebutkan bahwa Patofisiologi peritonitis dimulai dari disebabkannya kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan.Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah.Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
E. TANDA DAN GEJALA
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.
·         Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
·         Demam
·         Distensi abdomen
·         Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
·         Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
·         Nausea
·         Vomiting
·         Penurunan peristaltik.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium
1.      Sebagian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukan leukositosis (>11.000 sel/ L).
2.      Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis.
3.      Pemeriksaan waktu pembekuan dan perdarahan untuk mendeteksi disfungsi pembekuan.
4.      Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis.
5.      Urinalisis penting untuk menyigkirkan penyakit saluran kemih, namun pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukan sel darah putih dalam air seni dan mikrohematuria.
6.      Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia.
7.      Cairan peritoneal yaitu paracentetis, aspirasi cairan perut, dan kultur cairan peritoneal.
Pemeriksaan radiografi
1.      Foto polos abdomen3 posisi (anterior, posterior, lateral)
2.      Computed tomography scan
3.      Magnetic Resonance Imaging
4.      Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
5.      Usus halus dan usus besar dilatasi.
6.      Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
USG
1.      JDL, elektrolit
2.      Pemeriksaan radiologis abdomen
3.      Asoirasi Oeritoneal
G. KOMPLIKASI
1.      Ketidakseimbangan elektrolit
2.      Dehidrasi
3.      Asidosis metabolic
4.      Alkalosis respiratorik
5.      Syok
a.Komplikasi dini
·         Septikemia dan syok septik
·         Syok hipovolemik
·         Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem
·         Abses residual intraperitoneal
·         Portal Pyemia (misal abses hepar)
b.Komplikasi lanjut
·         Adhesi
·         Obstruksi intestinal rekuren
H. PENATALAKSANAAN
1.      Cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
2.      Analgesik
3.      Penghisapan nasogastrik, puasa
4.      Gas darah arteri
5.      Jalur vena sentral
6.      Terapi oksigen, spirometerinsensitif
7.      Lavase peritoneal dengan antibiotic
8.      Intervensi bedah
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama.Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan. Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa-tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu.Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparotomi diperlukan.Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdaat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi.Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam.Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.

I. DIAGNOSA YANG MUNCUL
1. Infeksi risiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3. Nyeri akut berhuungan dengan agen cidera kimia pasca operasi
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mencerna makanan.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh
7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
8. Hipertermi berhubungan dengan medikasi atau anastesia.
J. RENCANA KEPERAWATAN
ü  Nyeri akut b/d agen cidera kimia pasca operasi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria:
- Nyeri berkurang TTV normal
- Mampu beraktivitas
- Dapat melakukan relaksasi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan panas menurun dengan kriteria :
- Suhu badan normal
- Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi komplikasi dengan kriteria :
- TTV normal
- Pasien tampak rileks
- Sensasi menjadi normal
- Pertahanan mobilsasi dengan yang sakit
- Tinggikan dan dukung extremitas atas
- Evaluasi keluhan nyeri
- Pantau suhu pasien
- Berikan kompres hangat
- Kaji tanda vital dengan sering dan catat warna kulit, suhu dan kelembaban, catat resiko individu
- Observasi drainase pada luka
- Menghilangkan nyeri
- Menurunkan nyeri
- Mempengaruhi pilihan pengawasan keefektifan intervensi.
- Memantau perubahan suhu tubuh pasien
- Membantu mengurangi demam
- Mempengaruhi pilihan intervensi
- Memberikan enformasi tentang status infeksi.
ü  Risiko kerusakan integritas kulit b/d medikasi
ü  Kekurangna volume cairan b/d kehilangan volume cairan aktif
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan luka sembuh dengan kriteria :
- Tingkat penyembuhan luka cepat
- Mencegah kerusakan kulit
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu mencerna makanan dengan kriteria :
- Pasien dapat mencerna makanan dengan baik
- Pasien tidak mual/muntah
- Observasi warna dan karakteri drainase
- Observasi kulit
- Sedikit laporan peningkatan/tidak hilangnya nyeri
- Tambahkan diet sesuai toleransi
- Berikan hiperaliemntasi
- Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada/hiperaktif
- Ukur lingkar abdomen
- Timbang berat badan dnegan teratur
- Tambahkan diet seduai dengan toleransi
- Pantau TTV
- Pertahankan masukan dan haluan yang akurat
- Observasi kulit/ membrane turgor kulit
- Ubah posisi pasien sesering mungkin
- Drainase normal
- Mengindikasikan adanya obstruktif
- Tanda dugaanadanya abses/pembentukan fistula yang memerlukan intervensi medik
- Muntah diduga terjadi obstruksi usus
- Meningkatkan penggunaan nutrein dan keseimbangan nitrogen positif pada pasien yang tak mampu mengasimilasi nutrein dengan normal
- Inflamasi dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorbs air
- Memberikan bukti kuantitas perubahan disters gaster
- Kehilangan / peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada deficit nutrisi
- Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan resiko iritasi gaster.
- Membantu dalam evaluasi derajat deficit cairan / keefektifan penggantian terapi cairan danrespon terhadap pengobatan
- Menunjukkan status hidrasi keseluruhan
- Hopovolemia, perpindahan cairan&kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit, menambah edema jaringan
- Jaringan edema & adanya gangguab sirkulasi cenderung merusak kulit
ü  Intoleransi aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan mencapai peningkatan toleransi aktivitas dengan kriteria :
- Memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri
- Periksa TTV
- Evaluasi peningkatan toleran aktifitas
- Berikan bantuan dalam aktivitas perwatan diri sesuai indikasi
- Membantu dalam evaluasi derajat toleransi
- Dapat menunjukkan peningkatan dekompesasi peritoneum daripada kelebihan aktivitas
- Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien
ü  Ansietas b/d perubahan status sosial
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan mencapai peningkatan toleransi aktivitas dengan kriteria :
- Rasa takut menjadi berkurang
- Tampak rileks
- Tampak sehat
- Evaluasi tingkat ansietas
- Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
- Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur
- Ketakutan menjadi nyeri hebat
- Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan antesias
- Membatasi kelemahan, menghemat energi & meningkatkan kemampuan koping
ü  Kurang pengetahuan b/d salah satu interpretasi informasi
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan mencapai peningkatan toleransi aktivitas dengan kriteria :
- pasien memahami sakit yang dialaminya
- Pasien mengetahui cara mengobati penyakitnya
- Kaji ulang proses penyakit dasar & harapan untuk sembuh
- Diskusikan program pengobatan & efek samping
- Anjurkan melakukan aktivitas biasa secara bertahap
- Kaji ulang pembahasan aktivitas
- Lakukan penggantian balutan secara aseptic
- Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik
- Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan berdasarkan informasi
- Antibiotik dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung lama perawatan
- Mencegah kelemahan, meningkatkan perasaan sehat
- Menghindari peningkatan intraabdomen & tegangan otot
- Menurunkan resiko kontaminasi
- Pengenalan dini & pengobatan terjadinya komplikasi dapat mencegah cedera serius

DAFTAR PUSTAKA
Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S. 2000. Bedah Digestif dalam Kapita Selekta Kedokteran.Media Aesculapius FKUI: Jakarta.
Brunner & Suddart. 2002.Keperawatan Medikal Bedah 5. ECG; Jakarta
Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.ECG ; Jakarta
Marilynn E Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 8. ECG : Jakarta
Doenges, Marilynn E. et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Potter dan Perry, 1999, Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol 2. Buku Kedokteran ECG: Jakarta.



















Tidak ada komentar: