A.
PENGERTIAN
Peritonitis
adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi
visera , peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur dari membran ini
merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.
Pasien
dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas,
atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Infeksi
peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis spontan), sekunder
(berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier
(infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat).
Infeksi
pada abdomen dikelompokkan menjadi pertitonitis infeksi (umum) dan abses
abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan sangat
bergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Penyebab
peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati
yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis,
perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat diverdikulitis,
volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic
umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas,
saluran empedu dan kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma
endoskopi.Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering
terjadinya peritonitis.Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi
noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi
seharusnya kurang dari 2%.Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya
apendisitis, divetikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari
10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Risiko terjadinya
peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya kterlibatan duodenum,
pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan
transfuse yang pasif.Literatur lain menyebutkan bahwa Peritonitis merupakan
inflamasi rongga peritoneal yang disebabkan oleh infiltrasi isi usus dan suatu
kondisi seperti rupture apendiks, perforasi atau trauma lambung dan kebocoran
anastomosis.
Literatur
lain menyebutkan bahwa Peritonitis merupakan inflamasi rongga peritoneal yang
disebabkan oleh infiltrasi isi usus dan suatu kondisi seperti rupture apendiks,
perforasi atau trauma lambung dan kebocoran anastomosis.
B.
ANATOMI
FISIOLOGI
Peritoneum
terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ yang berada dalam
rongga abdomen.Ruang yang terdapat diantara dualpisan ini disebut ruang peritoneal
atau kantong peritoneum.Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada
perempuan merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga
peritoneum, di dalam peritoneum banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan
besar (omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan
lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvaturan minor, dna
lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus halus.
Fungsi peritoneum :
1. Menutupi
sebagian dari organ abdomen dan pelvis
2. Membentuk
pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam rongga peritoneum tidak
saling bergesekan
3. Menjaga
kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen
4. Tempat
kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
Dinding
perut mengandung struktur muskulo-apeneurosis yang komplek. Dinding perut ini
terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri
dari kutis dan sub kutis, lemak dan sub kutan dan facies superficial, kemudian
ketiga otot dinding perut M. Obliquus abdominis eksterna, M. Obliquus abdominis
internus, dan M. Transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan
peritoneum, yaitu fascia tranversalis, lemak preperitonial dan peritoneum otot
dibagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektur abdominis dengan
fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.
Integritas
lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah
terjadinya hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenic. Fungsi lain otot dengan
meninggikan tekanan intra abdominal. Perdarahan dinding perut berasal dari
beberapa arah, dari kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang a.
Intercostalis VI-XII dan a. Epigastrik superior. Dari kaudal terdapat a.
iliaca, a. sirnucmfleksa superfisialis, a. pudenda eksterna dan a. epigastrika
inferior.
C. ETIOLOGI
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah
Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder.SBP terjadi
bukan karena infeksi intraabdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang
asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi
translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium,
kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit
hati yang kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin
tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan
opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling
sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,
dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi
campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh
perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi
bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal
dari saluran cerna bagian atas.Peritonitis tersier terjadi karena infeksi
peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder
yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier
biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga
terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi
bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain
atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit
Crohn).
1. Infeksi bakteri :
1. Infeksi bakteri :
·
Mikroorganisme berasal
dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :
·
Appendisitis yang
meradang dan perforasi
·
Tukak peptik (lambung /
dudenum)
·
Tukak thypoid
·
Tukan disentri amuba /
colitis
·
Tukak pada tumor
·
Salpingitis
·
Divertikulitis
Kuman
yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ
dan b hemolitik, stapilokokus aurens,
enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
2.
Secara langsung dari luar.
·
Operasi yang tidak
steril
·
Terkontaminasi talcum
venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan
jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga
peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
·
Trauma pada kecelakaan
seperti rupturs limpa.
·
Melalui tuba fallopius
seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis
granulomatosa.
3.
Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
D. PATOFISIOLOGI
Invasi kuman ke lapisan peritoneum
oleh berbagai kelainan pada system gastrointestinal dan penyebaran infeksi
dari organ di dalam abdomen atau perforasi organ pascatrauma abdomen
|
Respons peradangan pada
peritoneum dan organ di dalamnya
|
Peritonitis
|
Penurunan aktivitas fibrinotik
intra-abdomen
|
Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada
peritoeum
|
Respon sistemik
|
Peningkatan suhu tubuh
|
Hipertermi
|
Respon lokal saraf terhadap
inflamasi
|
Penurunan
perfusi serebral
|
Suplai
darah ke otak menurun
|
Curah jantung menurun
|
Respons
kardiovaskuler
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan risiko ketidakseimbangan cairan
|
Intake
nutrisi tidak adekuat kehilangan cairan dan elektrolit
|
Mual, muntah, kembung,
anoreksia
|
Syok sepsis
|
Gangguan
gastrointestinal
|
Intervensi
bedah laparotomi
|
Distensi
abdomen
|
Nyeri
|
Kerusakan
Jaringan pascabedah
|
Penurunan
kemampuan batuk efektif
|
Risiko Infeksi
|
Port de entrée pasca bedah
|
Pascaoperatif
|
Kecemasan
pemenuhan informasi
|
Respons psikologis
misinterpretasi perawatan dan penatalaksanaan pengobatan
|
Preoperatif
|
Aktual/
resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas
|
Perubahan tingkat kesadaran
|
Sumber lain menyebutkan bahwa
Patofisiologi peritonitis dimulai dari disebabkannya kebocoran isi dari organ
abdomen ke dalam rongga abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi,
iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial,
terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi
cairan.Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan jumlah
protein, sel darah putih, debris seluler dan darah.Respons segera dari saluran
usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi
udara dan cairan dalam usus.
E. TANDA DAN GEJALA
Diagnosis
peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen)
dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda
peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya
yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada
wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease.Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita
geriatric.
·
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada
beberpa penderita peritonitis umum.
·
Demam
·
Distensi abdomen
·
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi
umum, tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
·
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat
terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
·
Nausea
·
Vomiting
·
Penurunan peristaltik.
F. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
laboratorium
1. Sebagian
besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukan leukositosis (>11.000
sel/
L).
2. Kimia
darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis.
3. Pemeriksaan
waktu pembekuan dan perdarahan untuk mendeteksi disfungsi pembekuan.
4. Tes
fungsi hati jika diindikasikan secara klinis.
5. Urinalisis
penting untuk menyigkirkan penyakit saluran kemih, namun pasien dengan perut
bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukan sel darah putih dalam air
seni dan mikrohematuria.
6. Kultur
darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia.
7. Cairan
peritoneal yaitu paracentetis, aspirasi cairan perut, dan kultur cairan
peritoneal.
Pemeriksaan
radiografi
1. Foto
polos abdomen3 posisi (anterior, posterior, lateral)
2. Computed
tomography scan
3. Magnetic
Resonance Imaging
4. Illeus
merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
5. Usus
halus dan usus besar dilatasi.
6. Udara
bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
USG
1. JDL,
elektrolit
2. Pemeriksaan
radiologis abdomen
3. Asoirasi
Oeritoneal
G. KOMPLIKASI
1. Ketidakseimbangan
elektrolit
2. Dehidrasi
3. Asidosis
metabolic
4. Alkalosis
respiratorik
5. Syok
a.Komplikasi dini
·
Septikemia dan syok
septik
·
Syok hipovolemik
·
Sepsis intra abdomen
rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem
·
Abses residual
intraperitoneal
·
Portal Pyemia (misal
abses hepar)
b.Komplikasi lanjut
·
Adhesi
·
Obstruksi intestinal
rekuren
H. PENATALAKSANAAN
1. Cairan
parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
2. Analgesik
3. Penghisapan
nasogastrik, puasa
4. Gas
darah arteri
5. Jalur
vena sentral
6. Terapi
oksigen, spirometerinsensitif
7. Lavase
peritoneal dengan antibiotic
8. Intervensi
bedah
Penggantian cairan, koloid dan
elektrolit adalah focus utama.Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri
antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen
dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat,
tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan.
Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik
untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon
peradangan.
Penatalaksanaan pasien trauma
tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda
namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia
harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien
tanpa-tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.Semua luka tusuk di dada
bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu.Bila luka menembus
peritoneum maka tindakan laparotomi diperlukan.Prolaps visera, tanda-tanda
peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdaat darah dalam lambung,
buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal
yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi.Bila tidak ada,
pasien harus diobservasi selama 24-48 jam.Sedangkan pada pasien luka tembak
dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
I. DIAGNOSA YANG MUNCUL
1.
Infeksi risiko tinggi berhubungan dengan trauma jaringan
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
3.
Nyeri akut berhuungan dengan agen cidera kimia pasca operasi
4.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam mencerna makanan.
5.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh
7.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
8.
Hipertermi berhubungan dengan medikasi atau anastesia.
J. RENCANA KEPERAWATAN
ü Nyeri
akut b/d agen cidera kimia pasca operasi
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria:
-
Nyeri berkurang TTV normal
-
Mampu beraktivitas
-
Dapat melakukan relaksasi
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan panas menurun dengan kriteria
:
-
Suhu badan normal
-
Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi komplikasi
dengan kriteria :
-
TTV normal
-
Pasien tampak rileks
-
Sensasi menjadi normal
-
Pertahanan mobilsasi dengan yang sakit
-
Tinggikan dan dukung extremitas atas
-
Evaluasi keluhan nyeri
-
Pantau suhu pasien
-
Berikan kompres hangat
-
Kaji tanda vital dengan sering dan catat warna kulit, suhu dan kelembaban,
catat resiko individu
-
Observasi drainase pada luka
-
Menghilangkan nyeri
-
Menurunkan nyeri
-
Mempengaruhi pilihan pengawasan keefektifan intervensi.
-
Memantau perubahan suhu tubuh pasien
-
Membantu mengurangi demam
-
Mempengaruhi pilihan intervensi
-
Memberikan enformasi tentang status infeksi.
ü Risiko
kerusakan integritas kulit b/d medikasi
ü Kekurangna
volume cairan b/d kehilangan volume cairan aktif
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan luka sembuh dengan kriteria :
-
Tingkat penyembuhan luka cepat
-
Mencegah kerusakan kulit
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu mencerna makanan
dengan kriteria :
-
Pasien dapat mencerna makanan dengan baik
-
Pasien tidak mual/muntah
-
Observasi warna dan karakteri drainase
-
Observasi kulit
-
Sedikit laporan peningkatan/tidak hilangnya nyeri
-
Tambahkan diet sesuai toleransi
-
Berikan hiperaliemntasi
-
Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada/hiperaktif
-
Ukur lingkar abdomen
-
Timbang berat badan dnegan teratur
-
Tambahkan diet seduai dengan toleransi
-
Pantau TTV
-
Pertahankan masukan dan haluan yang akurat
-
Observasi kulit/ membrane turgor kulit
-
Ubah posisi pasien sesering mungkin
-
Drainase normal
-
Mengindikasikan adanya obstruktif
-
Tanda dugaanadanya abses/pembentukan fistula yang memerlukan intervensi medik
-
Muntah diduga terjadi obstruksi usus
-
Meningkatkan penggunaan nutrein dan keseimbangan nitrogen positif pada pasien
yang tak mampu mengasimilasi nutrein dengan normal
-
Inflamasi dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorbs air
-
Memberikan bukti kuantitas perubahan disters gaster
-
Kehilangan / peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan
lanjut diduga ada deficit nutrisi
-
Kemajuan diet yang hati-hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan
resiko iritasi gaster.
-
Membantu dalam evaluasi derajat deficit cairan / keefektifan penggantian terapi
cairan danrespon terhadap pengobatan
-
Menunjukkan status hidrasi keseluruhan
-
Hopovolemia, perpindahan cairan&kekurangan nutrisi memperburuk turgor
kulit, menambah edema jaringan
-
Jaringan edema & adanya gangguab sirkulasi cenderung merusak kulit
ü Intoleransi
aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan mencapai peningkatan toleransi
aktivitas dengan kriteria :
-
Memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri
-
Periksa TTV
-
Evaluasi peningkatan toleran aktifitas
-
Berikan bantuan dalam aktivitas perwatan diri sesuai indikasi
-
Membantu dalam evaluasi derajat toleransi
-
Dapat menunjukkan peningkatan dekompesasi peritoneum daripada kelebihan
aktivitas
-
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien
ü Ansietas
b/d perubahan status sosial
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan mencapai peningkatan toleransi
aktivitas dengan kriteria :
-
Rasa takut menjadi berkurang
-
Tampak rileks
-
Tampak sehat
-
Evaluasi tingkat ansietas
-
Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan
-
Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur
-
Ketakutan menjadi nyeri hebat
-
Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan antesias
-
Membatasi kelemahan, menghemat energi & meningkatkan kemampuan koping
ü Kurang
pengetahuan b/d salah satu interpretasi informasi
Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan mencapai peningkatan toleransi
aktivitas dengan kriteria :
-
pasien memahami sakit yang dialaminya
-
Pasien mengetahui cara mengobati penyakitnya
-
Kaji ulang proses penyakit dasar & harapan untuk sembuh
-
Diskusikan program pengobatan & efek samping
-
Anjurkan melakukan aktivitas biasa secara bertahap
-
Kaji ulang pembahasan aktivitas
-
Lakukan penggantian balutan secara aseptic
-
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik
-
Memberikan dasar pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan
berdasarkan informasi
-
Antibiotik dapat dilanjutkan setelah pulang, tergantung lama perawatan
-
Mencegah kelemahan, meningkatkan perasaan sehat
-
Menghindari peningkatan intraabdomen & tegangan otot
-
Menurunkan resiko kontaminasi
-
Pengenalan dini & pengobatan terjadinya komplikasi dapat mencegah cedera
serius
DAFTAR PUSTAKA
Arief
M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S. 2000. Bedah Digestif dalam Kapita Selekta Kedokteran.Media
Aesculapius FKUI: Jakarta.
Brunner
& Suddart. 2002.Keperawatan Medikal Bedah 5. ECG; Jakarta
Silvia
A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.ECG ;
Jakarta
Marilynn
E Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 8.
ECG : Jakarta
Doenges, Marilynn E. et
all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC.
Potter dan Perry, 1999, Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol
2. Buku Kedokteran ECG: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar